Getting your Trinity Audio player ready...
|

CAHAYANUSANTARA.ID Proyek pembangunan kantor Desa Belanding, Kecamatan Ulu Ogan, Kabupaten OKU, diduga bermasalah. Pasalnya, pengerjaan proyek tersebut molor dari jadwal yang telah ditentukan oleh pihak PUPR Kabupaten OKU, namun masih terus dilanjutkan.
Informasi dihimpun, proyek bernilai sekitar Rp.600 juta yang bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2024 itu, mulai dikerjakan pada Oktober dan seharusnya selesai serta dilakukan penyerahan pada Pemerintah Kabupaten OKU pada akhir Desember 2024.
Namun, pantauan di lapangan, Jumat (10/4/2025), hingga April 2025 kantor desa tersebut masih dalam proses pengerjaan pada bagian dalam atau diperkirakan baru sekitar 50 persen. Sedangkan bagian luarnya sudah terlihat rapi dan megah.
Sementara, ketika ditelusuri di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di Pemkab OKU, proyek kantor desa tersebut sudah tidak ada lagi. Di mana seharusnya proyek itu masih tercantum dalam LPSE untuk dilakukan lelang kembali.
Terkait hal ini, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek dari PUPR OKU, Febri, ketika dikonfirmasi melalui sambungan dan pesan singkat WhtasApp, hingga berita ini dibuat belum memberikan jawaban.
Sementara, Ijal, selaku pihak pelaksana atau kontraktor mengakui jika pengerjaan proyek kantor desa tersebut molor dari waktu yang telah ditentukan dan telah diadendumkan. Namun, dirinya tidak menyebutkan batas waktu kelanjutan pengerjaannya.
“Iya, kita adendum waktu di,” katanya memberikan Jawaban yang kurang jelas melalui pesan WhatsApp, Jumat (10/4)2025).
Untuk diketahui, jangka waktu perikatan pembuatan suatu barang adalah 200 hari kalender, sedangkan waktu pelaksanaan pekerjaan selama 100 hari kalender. Apabila dalam waktu 100 hari kalender itu pelaksanaan pekerjaan belum selesai, akan dikenakan denda keterlambatan dengan maksimal 50 hari keterlambatan. Apabila tidak selesai dalam waktu 50 hari, akan dilakukan pemutusan kontrak atau perikatan tersebut.
Pertanyaannya, bolehkah jika pihak pemberi kerja merasa bahwa 50 hari kalender tersebut tidaklah cukup, sehingga akan dibuatkan adendum perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan pada periode pengenaan denda tersebut?
Sebab apabila terjadi putus kontrak, akan menimbulkan kerugian yang lebih besar. Jika boleh, pemberlakuan penambahan waktu pelaksanaan pekerjaan tersebut apakah terhitung sejak berakhirnya 100 hari kalender atau sejak tanggal adendum dilakukan yakni pada periode pengenaan denda tersebut?
Jika dilakukan penambahan waktu sejak tanggal adendum dalam periode pengenaan denda tersebut, apakah ada kekosongan perikatan antara waktu berakhir masa pelaksanaan pekerjaan dalam kontrak awal dengan penambahan pekerjaan (adendum) di periode pengenaan denda tersebut.(CW1)